Dari Pembangunan Daerah menuju “Daerah Membangun”
Dari
Pembangunan Daerah menuju “Daerah Membangun”
Kebijakan Ekonomi Regional
(EKI 406 B1)
Disusun
oleh :
I
Dewa Gede Dinar Narendracista (1406105049)
Fakultas
Ekonomi dan Bisnis
Universitas
Udayana
2017
BAB
I
FORMAT
BARU OTONOMI DAERAH
Sejak tahun 2001 Indonesia secara formal telah menjalankan
desentralisasi pemerintahan (ekonomi) dengan semangat tunggal memberikan
kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk mengurus dirinya sendiri,
termasuk urusan ekonomi.
Dalam UU No. 32/2004,
digunakan prinsip otonomi seluas-luasnya, di mana daerah diberi kewenangan
mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan kecuali urusan pemerintah pusat
yakni politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter, yustisi, dan agama.
Meski demikian, bukan berarti pemerintah lepas tangan. Masing-masing tingkatan
pemerintahan memiliki urusan sendiri-sendiri.
Pemerintah pusat berwenang
membuat norma-norma, standar, prosedur, monitoring dan evaluasi, supervisi,
fasilitasi dan urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas nasional.
Pemerintah provinsi berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan
dengan eksternal regional, dan kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus
urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas lokal.
Secara anatomis, urusan
pemerintah dibagi dua yakni absolut yang merupakan urusan
mutlak pemerintah pusat (hankam, moneter, yustisi, politik luar negeri, dan
agama), serta Concurrent (urusan bersama pusat, provinsi dan kabupaten/kota).
Urusan pemerintah yang bersifat concurrent artinya urusan
pemerintahan yang penanganannya dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa
ada bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, ada bagian urusan
yang diserahkan kepada provinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada
kabupaten/kota.
BAB II
REFORMASI STRUKTUR PEMERINTAHAN
Reformasi penting yang perlu dicatat adalah sebagai berikut:
1.
Ada banyak tingkatan dalam pemerintahan daerah dan
level yang mana seharusnya menerima pelimpahan kekuasaan merupakan pertanyaan
mendasar yang muncul. Pemerintah kabupaten dan kota telah menjadi level yang
tepat untuk pelimpahan kekuasaan dan pengelolaan sumber daya.
2.
Reformasi struktur pemerintahan adalah memperlakukan
semua pemerintah daerah di Indonesia secara adil, dengan pengecualian Jakarta.
Hal ini mencerminkan penolakan pemerintah pusat akan konsep federalisme dan
memilih konsep negara kesatuan.
3.
Hal penting lain adalah cakupan yang lebih luas untuk
fungsi dan aktivitas pemerintah yang diserahkan kepada pemerintah daerah.
Pemerintah pusat hanya memiliki kewenangan dan tanggung jawab terhadap
pertahanan dan keamanan nasional, urusan agama dan fungsi khusus lain seperti
perencanaan ekonomi makro, sistem transfer fiskal, administrasi pemerintah,
pengembangan sumber daya manusia, pengembangan teknologi dan standar nasional.
Sejak tahun anggaran 2001 Indonesia memasuki era baru yaitu era
desentralisasi fiskal.
Tujuan umum dari perubahan tersebut adalah untuk membentuk dan membangun
sistem publik yang dapat menyediakan barang dan jasa publik lokal yang semakin
efektif dan efisien, dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi. Hal ini akan
berwujud dalam bentuk pelimpahan kewenangan kepada tingkat pemerintahan untuk
melakukan pembelanjaan, kewenangan untuk memungut pajak, dan adanya bantuan
dalam bentuk transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Menurut Sidik (2002:41), tujuan umum pelaksanaan desentralisasi fiskal
harus dapat menjamin:
- Kesinambungan kebijakan fiskal (fiskal sustainability)
dalam konteks kebijakan ekonomi makro.
- Mengadakan koreksi atas ketimpangan antar daerah (horizontal
imbalance) dan ketimpangan antara pusat dengan daerah (vertical
imbalance) untuk meningkatkan efisiensi pengalokasian sumber daya
nasional maupun kegiatan pemerintah daerah
- Dapat memenuhi aspirasi dari daerah, memperbaiki struktur fiskal,
dan memobilisasi pendapatan secara regional maupun nasional
- Meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi
masyarakat dalam pengambilan keputusan di tingkat daerah
- Memperbaiki keseimbangan fiskal antar daerah dan memastikan adanya
pelayanan yang berkualitas di setiap daerah
- Menciptakan kesejahteraan sosial (social welfare) bagi
masyarakat.
BAB III
UNIT ANALISIS : WILAYAH EKONOMI VS
WILAYAH ADMININSTRASI
3.1. WILAYAH EKONOMI
Wilayah
ekonomi-fungsional, merupakan wilayah yang menunjukkan koherensi secara
fungsional, yang bagianbagiannya tergantung satu sama lain dalam suatu batas
dengan menggunakan kriteria tertentu.
Dickinson (1972)
menggambarkan fenomena ini sebagai "hubungan ekonomi", sementara
Friedmann (1966) menyebutnya daerah saling ketergantungan. Fisher (1967)
menyebutnya sebagai wilayah fungsional.
Sadono Sukirno (1976) menyatakan bahwa
pengertian wilayah nodal yang paling ideal untuk di gunakan dalam analisis
mengenai ekonomi wilayah, mengartikan wilayah tersebut sebagai ekonomi ruang
yang yang di kuasai oleh suatu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi.
Wilayah nodal (nodal
region) adalah wilayah yang secara fungsional mempunyai ketergantungan antara
pusat (inti) dan daerah belakangnya (hinterland). Tingkat ketergantungan ini
dapat dilihat dari arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa, ataupun
komunikasi dan transportasi. Contoh wilayah nodal adalah DKI
Jakarta dan Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang
dan Bekasi), Jakarta yang
merupakan inti dan Bodetabek sebagai daerah belakangnya.
3.2. WILAYAH ADMINISTRATIF
Wilayah Administratif adalah wilayah yang batas-batasnya di tentukan berdasarkan kepentingan
administrasi pemerintahan atau politik, seperti: propinsi, kabupaten,
kecamatan, desa/kelurahan, dan RT/RW.
Sukirno (1976) menyatakan
bahwa di dalam praktek, apabila membahas mengenai pembangunan wilayah ,maka
pengertian wilayah administrasi merupakan pengertian yang paling banyak
digunakan. Lebih populernya pengunaan pengertian tersebut di sebabkan dua
factor yakni :
a)
Dalam
kebijaksanaan dan rencana pembangunan wilayah di perlukan
tindakan-tindakan dari berbagai
badan pemerintahan. Dengan demikian, lebih praktis apabila pembangunan wilayah
di dasarkan pada suatu wilayah administrasi yang telah ada;
b)
Wilayah
yang batasnya di tentukan berdasarkan atas suatu administrasi
pemerintah lebih mudah di analisis, karena sejak lama pengumpulan data di berbagai
bagian wilayah berdasarkan pada suatu wilayah administrasi tersebut.
Beberapa contoh wilayah
perencanaan yang sesuai dengan pendapat yang lebih menekankan pada aspek fisik
dan ekonomi, yang ada di Indonesia:
a)
BARELANG
(pulau Batam, P Rempang, P Galang) Daerah perencanaan tersebut sudah
lintas batas wilayah
administrasi.
b)
Konsep
Pembangunan Jakarta Raya (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi).
c)
Rencana
Tata Ruang Kalimantan
DAFTAR
PUSTAKA
Budiharsono, S. (2013).
PERKEMBANGAN DAN PENGERTIAN EKONOMI WILAYAH, RUANG DAN WILAYAH DAN TEORI
LOKASI. Materi kuliah Ekonomi
Regional, Program Magister Ilmu Administrasi, Sekolah Tinggi Ilmu
Administrasi, Lembaga Administrasi Negara (STIA-LAN).
Sidik,
Machfud, 2002a, Kebijakan, Implementasi dan Pandangan Ke Depan Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah, Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional:
Menciptakan Good Governance Demi Mendukung Otonomi Daerah dan Desentralisasi
Fiskal, Yogyakarta, 20 April 2002.
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0105/03/teropong/utama01.html
http://anggunarianto.blogspot.co.id/2013/06/konsep-ekonomi-regional.html
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004, Tentang Pemerintahan Daerah
Komentar
Posting Komentar