Dari Pembangunan Daerah menuju “Daerah Membangun”

Dari Pembangunan Daerah menuju “Daerah Membangun”
Kebijakan Ekonomi Regional (EKI 406 B1)


Description: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/7/72/Udayana_University_Logo.png










Disusun oleh :


I Dewa Gede Dinar Narendracista                                                  (1406105049)









Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana
2017




BAB I
FORMAT BARU OTONOMI DAERAH
Sejak tahun 2001 Indonesia secara formal telah menjalankan desentralisasi pemerintahan (ekonomi) dengan semangat tunggal memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk mengurus dirinya sendiri, termasuk urusan ekonomi.
Dalam UU No. 32/2004, digunakan prinsip otonomi seluas-luasnya, di mana daerah diberi kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan kecuali urusan pemerintah pusat yakni politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter, yustisi, dan agama. Meski demikian, bukan berarti pemerintah lepas tangan. Masing-masing tingkatan pemerintahan memiliki urusan sendiri-sendiri.
Pemerintah pusat berwenang membuat norma-norma, standar, prosedur, monitoring dan evaluasi, supervisi, fasilitasi dan urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas nasional. Pemerintah provinsi berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternal regional, dan kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas lokal.
Secara anatomis, urusan pemerintah dibagi dua yakni absolut yang merupakan urusan mutlak pemerintah pusat (hankam, moneter, yustisi, politik luar negeri, dan agama), serta Concurrent (urusan bersama pusat, provinsi dan kabupaten/kota). Urusan pemerintah yang bersifat concurrent artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, ada bagian urusan yang diserahkan kepada provinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada kabupaten/kota.

BAB II
REFORMASI STRUKTUR PEMERINTAHAN
Reformasi penting yang perlu dicatat adalah sebagai berikut:
1.    Ada banyak tingkatan dalam pemerintahan daerah dan level yang mana seharusnya menerima pelimpahan kekuasaan merupakan pertanyaan mendasar yang muncul. Pemerintah kabupaten dan kota telah menjadi level yang tepat untuk pelimpahan kekuasaan dan pengelolaan sumber daya.
2.    Reformasi struktur pemerintahan adalah memperlakukan semua pemerintah daerah di Indonesia secara adil, dengan pengecualian Jakarta. Hal ini mencerminkan penolakan pemerintah pusat akan konsep federalisme dan memilih konsep negara kesatuan.
3.    Hal penting lain adalah cakupan yang lebih luas untuk fungsi dan aktivitas pemerintah yang diserahkan kepada pemerintah daerah. Pemerintah pusat hanya memiliki kewenangan dan tanggung jawab terhadap pertahanan dan keamanan nasional, urusan agama dan fungsi khusus lain seperti perencanaan ekonomi makro, sistem transfer fiskal, administrasi pemerintah, pengembangan sumber daya manusia, pengembangan teknologi dan standar nasional.
Sejak tahun anggaran 2001 Indonesia memasuki era baru yaitu era desentralisasi fiskal. Tujuan umum dari perubahan tersebut adalah untuk membentuk dan membangun sistem publik yang dapat menyediakan barang dan jasa publik lokal yang semakin efektif dan efisien, dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi. Hal ini akan berwujud dalam bentuk pelimpahan kewenangan kepada tingkat pemerintahan untuk melakukan pembelanjaan, kewenangan untuk memungut pajak, dan adanya bantuan dalam bentuk transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Menurut Sidik (2002:41), tujuan umum pelaksanaan desentralisasi fiskal harus dapat menjamin:
    1. Kesinambungan kebijakan fiskal (fiskal sustainability) dalam konteks kebijakan ekonomi makro.
    2. Mengadakan koreksi atas ketimpangan antar daerah (horizontal imbalance) dan ketimpangan antara pusat dengan daerah (vertical imbalance) untuk meningkatkan efisiensi pengalokasian sumber daya nasional maupun kegiatan pemerintah daerah
    3. Dapat memenuhi aspirasi dari daerah, memperbaiki struktur fiskal, dan memobilisasi pendapatan secara regional maupun nasional
    4. Meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan di tingkat daerah
    5. Memperbaiki keseimbangan fiskal antar daerah dan memastikan adanya pelayanan yang berkualitas di setiap daerah
    6. Menciptakan kesejahteraan sosial (social welfare) bagi masyarakat.
  
BAB III
UNIT ANALISIS : WILAYAH EKONOMI VS WILAYAH ADMININSTRASI
3.1.            WILAYAH EKONOMI
Wilayah ekonomi-fungsional, merupakan wilayah yang menunjukkan koherensi secara fungsional, yang bagianbagiannya tergantung satu sama lain dalam suatu batas dengan menggunakan kriteria tertentu.
Dickinson (1972) menggambarkan fenomena ini sebagai "hubungan ekonomi", sementara Friedmann (1966) menyebutnya daerah saling ketergantungan. Fisher (1967) menyebutnya sebagai wilayah fungsional.
Sadono Sukirno (1976) menyatakan bahwa pengertian wilayah nodal yang paling ideal untuk di gunakan dalam analisis mengenai ekonomi wilayah, mengartikan wilayah tersebut sebagai ekonomi ruang yang yang di kuasai oleh suatu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi.
Wilayah nodal (nodal region) adalah wilayah yang secara fungsional mempunyai ketergantungan antara pusat (inti) dan daerah belakangnya (hinterland). Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa, ataupun komunikasi dan transportasi. Contoh wilayah nodal adalah DKI Jakarta dan Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi), Jakarta yang merupakan inti dan Bodetabek sebagai daerah belakangnya.
3.2.            WILAYAH ADMINISTRATIF
Wilayah Administratif adalah wilayah yang batas-batasnya di tentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan atau politik, seperti: propinsi, kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan, dan RT/RW.
Sukirno (1976) menyatakan bahwa di dalam praktek, apabila membahas mengenai pembangunan wilayah ,maka pengertian wilayah administrasi merupakan pengertian yang paling banyak digunakan. Lebih populernya pengunaan pengertian tersebut di sebabkan dua factor yakni :
a)    Dalam kebijaksanaan dan rencana pembangunan wilayah di perlukan tindakan-tindakan dari berbagai badan pemerintahan. Dengan demikian, lebih praktis apabila pembangunan wilayah di dasarkan pada suatu wilayah administrasi yang telah ada;
b)    Wilayah yang batasnya di tentukan berdasarkan atas suatu administrasi pemerintah lebih mudah di analisis, karena sejak lama pengumpulan data di berbagai bagian wilayah berdasarkan pada suatu wilayah administrasi tersebut.
Beberapa contoh wilayah perencanaan yang sesuai dengan pendapat yang lebih menekankan pada aspek fisik dan ekonomi, yang ada di Indonesia:
a)    BARELANG (pulau Batam, P Rempang, P Galang) Daerah perencanaan tersebut sudah lintas batas wilayah administrasi.
b)    Konsep Pembangunan Jakarta Raya (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi).
c)    Rencana Tata Ruang Kalimantan

DAFTAR PUSTAKA
Budiharsono, S. (2013). PERKEMBANGAN DAN PENGERTIAN EKONOMI WILAYAH, RUANG DAN WILAYAH DAN TEORI LOKASI. Materi kuliah Ekonomi Regional, Program Magister Ilmu Administrasi, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi, Lembaga Administrasi Negara (STIA-LAN).
Sidik, Machfud, 2002a, Kebijakan, Implementasi dan Pandangan Ke Depan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional: Menciptakan Good Governance Demi Mendukung Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal, Yogyakarta, 20 April 2002.
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0105/03/teropong/utama01.html
http://anggunarianto.blogspot.co.id/2013/06/konsep-ekonomi-regional.html
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004, Tentang Pemerintahan Daerah









Komentar